BAB
IV
MANUSIA
DAN KEADILAN
A. PENGERTIAN
KEADILAN
Banyak pengertian tentang keadilan
yang sudah dikemukakakan oleh ahli dan orang-orang terkenal seperti Aristotele, Plato,
Socrates dan lain-lain. Berikut adalah pengertian
menurut beberapa ahli:
- AristoteleKeadilan menurut Aristoteles adalah
kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah
diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua
ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut
mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang
akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proposi
tersebut berarti ketidakadilan.
- PlatoKeadilan oleh Plato diproyeksikan pada
diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri,
dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
- SocratesMenurut Socrates , keadilan tercipta
bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan
tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah
adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
- Kong
Hu CuMenurut Kong Hu Cu, Keadilan terjadi
apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja,
masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada
nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
- Menurut
pendapat yang lebih umumKeadilan adalah pengakuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan
menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah
keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang
memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Berdasarkan kesadaran etis, kita
diminta unuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika kita
hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban , maka sikap dan tindakan
kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaliknya pula
jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan
mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang
hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa meningkatkan hasil kerjanya tentu
cenderung disebut memeras. Sebaliknya pula, seorang majikan yang terus menerus
menggunakan tenaga orang lain, tanpa memperhatikan kenaikan upah dan
kesejahteraan, maka perbuatan itu menjurus kepada sifat memperbudak orang atau
pegawainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan misalnya, kita menuntut
kenaikan upah, sudah tentu memperoleh keadilan misalnya kita menuntut kenaikan
upah, sudah tentu kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila
kita menjadi majikan, kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja kita.
Apabila kita menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka
dengan upah yang diterima.
B. KEADILAN
SOSIAL
Berbicara tentang keadilan, anda tentu
ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila. Sila kelima Pancasila, berbunyi:
"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Dalam dokumen lahirnya Pancasila
diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar
negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip " tidak ada
kemiskinan di dalam Indonesia merdeka". Dari usul dan penjelasan itu
nampak adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila "keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia", menulis sebagai berikut "keadilan sosial adalah langkah yang
menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur" ,
Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45
percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam ekonomi ialah dapat mencapai
kemakmuran yang merata. Langkah-langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan
secara terperinci.
Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara
1966 memberikan perumusan sebagai berikut :
"Sila keadilan sosial mengandung
prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam
bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan".
Dalam ketetapan MPR RI No.II/MPR/ 1978 tentang pedoman
penghayatan dan pengalaman Pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan
ketentuan sebagai berikut: “Dengan sila
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari hak
dan kewajiban yang sama untuk untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia”.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu,
diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yakni :
1.
Perbuatan
luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
2.
Sikap
adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain
3.
Sikap
suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan
4.
Sikap
suka bekerja keras
5.
Sikap
menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan
kesejahteraan bersama
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan
dituangkan dalam bergai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur
pemerataan yaitu :
1.
Pemerataan
pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan
2.
Pemerataan
memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
3.
Pemerataan
pembagian pendapatan
4.
Pemerataan
kesempatan kerja
5.
Pemerataan
kesempatan berusaha
6.
Pemerataan
kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi mudadan
kaum wanita
7.
Pemerataan
penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
8.
Pemerataan
kesempatan memperoleh keadilan
Keadilan dan ketidak adilan tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan manusia karena dalam hidupnya manusia menghadapi keadilan / ketidak
adilan setiap hari. Oleh sebab itu keadilan dan ketidak adilan, menimbulkan
daya kreativitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari imajinasi ketidakadilan,
seperti drama, puisi, novel, musik dan lain-lain.
C. BERBAGAI
MACAM KEADILAN
a.
Keadilan
Legal atau keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi
rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya. Dalam suatu
masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat
dasarnya paling cocok baginya (Than man behind the gun). Pendapat Plato itu
disebut keadilan moral, sedangkan Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk
memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu
masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat
melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah
membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai
dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang
tidak cocok baginya.
Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap
pihak lain yang melaksanakan tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan
menciptakan pertentangan dan ketidak serasian. Misalnya seorang pengurus
kesehatan mencampuri urusan pendidikan, maka akan terjadi kekacauan.
b.
Keadilan
Distributif
Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana
bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama
secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally) Sebagai
contoh: Ali bekerja 10 tahun dan budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan
hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan
lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,-maka Budi harus menerima
Rp. 50.000,-. Akan tetapi bila besar hadiah Ali dan Budi sama, juster hal
tersebut tidak adil.
c.
Keadilan Komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat
dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung
ekstrim menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan
pertalian dalam masyarakat.
Contoh :
Dr.Sukartono
dipanggil seorang pasien, Yanti namanya, sebagai seorang dokter ia menjalankan
tugasnya dengan baik. Sebaliknya Yanti menanggapi lebih baik lagi. Akibatnya,
hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis
saling mencintai. Bila dr. sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan
baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi karena dr. sukartono sudah
berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan
menghancurkan rumah tangga. Karena dr. Sukartono melalaikan kewajibannya
sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr. Sukartono.
D. KEJUJURAN
Kejujuran atau jujur artinya apa yang
dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang
benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu dituntut satu
kata dan perbuatan-perbuatan yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama
dengan perbuatannya. Karena itu jujur juga menepati janji atau kesanggupan yang
terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam nuraninya yang
berupa kehendak, harapan dan niat.
Seseorang yang tidak menepati niatnya
berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah terlahirdalam kata-kata,
padahal tidak ditepati, maka kebohongan disaksikan orang lain. Sikap jujur
perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang
keadilan menuntut kemulian abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman
hati, agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada
kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikan, serta jangan pula pendusta,
walaupun dustamu dapat menguntungkan.
Barang siapa berkata jujur serta
bertindak sesuai dengan kenyataan, artinya orang itu berbuat benar.
Orang bodoh yang jujur adalah lebih
baik daripada oarang pandai yang lacung. Barang siapa tidak dapat dipercaya tutur
katanya, atau tidak menepati janji dan kesanggupannya, maka termasuk golongan
orang munafik sehingga tidak menerima belas kasihan Tuhan.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran
dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama
hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.
Adapun kesadaran moral adalah
kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri
berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia dihadapkan kepada pilihan
antara halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan,
meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang spesifik atau
khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal tentang jujur dan tidak
jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil.
Kejujuran bersangkut erat dengan
masalah nurani. Menurut M. Alamsyah dalam bukunya Budi nurani, filsafat
berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan
manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam
meneropong kebenaran Moral maupun kebenaran Illahi. Nurani yang diperkembangkan
dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi
getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkatkan menjadi suatu keyakinan,
dan atas diri keyakinan maka seseorang diketahui pribadinya. Orang yang
memiliki ketulusan tinggi akan memiliki kepribadian yang burukdan rendah dan
sering yakin pada dirinya . karena apa yang ada dalam nuraninya banyak
dipengaruhi oleh pikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan.
Bertolak ukur hati nurani seseorang
dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila
ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau salah.
Hati nurani bertindak sesuai dengan norma-norma kebenaran akan menjadikan
manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang
yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati
nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan
dan sifat kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan
demikian sangat mempengaruhi pada jasmanimaupun rokhaninya yang menimbulkan
penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya
sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidak adilan. Nilai-nilai
etis ini dikaitkan dengan hubunhan manusia dengan manusia lainnya.
Selain nilai etis yang ditujukan
kepada sesama manusia, hati nurani berkaitan erat juga dalam hubungan manusia
dengan Tuhan. Manusia yang memiliki budi nurani yang amat peka dalam
hubungannya dengan Tuhan adalah manusia agama yang selalu ingat kepadaNya,
sebagai sang Pencipta, selalu mematuhi apa yang diperintahnya, berusaha untuk
tidak melanggar laranganNYa, selalu mensyukuri apa yang diberikanNYa, selalu
merasa dirinya berdosa bila tidak menurut apa yang digariskanNYa, akan selalu
gelisah tidur bila belum menjalankan ibadah untukNya.
Berbagai hal yang menyebabkan orang
berbuat tidak jujur, mungkin karena tidak rela, mungkin karena pengaruh
lingkungan, karena sosial ekonomi, terpaksa ingin populer, karena sopan santun
dan untuk mendidik.
Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau
tidak jujur merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia itu sendiri.
E. KECURANGAN
Kecurangan atau curang identik dengan
ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak
serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan usaha.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi
serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar
dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila
masyarakat sekelilingnya hidup menderita.
Bermacam-macam sebab orang melakukan
kecurangan, ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya ada empat
aspek yaitu:
1.
aspek
ekonomi
2.
aspek
kebudayaan
3.
aspek
peradaban
4.
aspek
tenik
Apabila ke empat aspek tersebut
dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan
norma-norma moral atau norma hukum, akan tetapi apabila manusia dalam hatinya
telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki,maka manusia akan melakukan perbuatan
yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baik dan buruk
Pujowiyatno dalam bukunya "filsafat sana-sini" menjelaskan bahwa
perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya berbohong, menipu,
merampas, memalsu dan lain-lain adalah sifat buruk. Lawan buruk sudah tentu
baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia
seakan –akan ada perlawanan antara baik dan buruk. Baik merupakan tingkah laku,
karena itu diperlukan ukuran untuk menilainya, namun sukarlah untuk mengajukan
ukuran penilaian mengenai hal yang penting ini. Dalam hidup kita mempunyai
semacam kesadaran dan tahulah kita bahwa ada baik dan lawannya pada tingkah
laku tertentu juga agak mudah menunjuk mana yang baik, kalau tidak baik tentu
buruk.
F. PEMULIHAN
NAMA BAIK
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik
adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar
namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga adalah
suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku
atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah
tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan
itu antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi,
cara menghadapi orang, perbuatan=perbuatan yang dihalalkan agama dan
sebagainya.
Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik
itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia yaitu ;
1.
manusia
menurut sifatnya adalah mahluk bermoral
2.
ada
aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan
dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut
Pada hakekatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran
manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai
dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan akhlak.
Akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari
khuluq dan dari akar kata ahlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu
tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai
manusia. Untuk itu orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak
yang baik. Ada tiga macam godaan yaitu :
1.
derajad/pangkat
2.
harta
3.
wanita
Bila orang tidak dapat menguasai hawa nafsunya, maka ia
akan terjerumus kejurang kenistaan karena untuk memiliki derajat/pangkat, harta
dan wanita itu dengan mempergunakan jalan yang tidak wajar. Jalan itu antara
lain, fitnah, membohongi, suap, mencuri, merampok, dan menempuh semua jalan
yang diharamkan.
G. PEMBALASAN
Pembalasan ialah suatu reaksi atau
perbuatan orang lain. Reaksi itu berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang
seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Sebagai contoh : A memberikan makanan
kepada B, dilain kesempatan b memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut
merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Dalam Al-Qur`an terdapat ayat-ayat
yang menyatakan bahwa Tuhan mengadakan pembalasan bagi yang bertaqwa kepada
Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhanpun
diberikan pembalasan, dan pembalasan yang diberikanpun pembalasan yang
seimbang, yaitu siksaan di neraka.
Pembalasan disebabkan oleh adanya
pergaulan , pergaulan yang bersabahat mendapat balasan yang bersahabat,
sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak
bersahabat pula.
Pada dasarnya manusia adalah mahluk
moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk
mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang
menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang
melanggar atau memperkosa hak dan kewajiban manusia lain.